08119322626/27   gapmmi@cbn.net.id  

×

Peran Kebijakan Pro-Industri dalam Mitigasi Dampak Tekanan Ekonomi Global

Peran Kebijakan Pro-Industri dalam Mitigasi Dampak Tekanan Ekonomi Global

Industri manufaktur Indonesia tengah menghadapi tantangan berat akibat ketidakpastian di pasar global dan domestik. Hal ini tercermin dari merosotnya Purchasing Manager’s Index (PMI) di mana Indonesia berada di tingkat 46,7 pada April 2025, merosot dari bulan Maret 2025 di tingkat 52,4. Laporan S&P Global mengungkapkan penurunan signifikan sebesar 5,7 poin ini mengindikasikan penurunan optimisme pelaku industri manufaktur di tengah situasi yang tidak menentu.

Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa survei PMI manufaktur mengukur tingkat keyakinan pelaku industri dalam menjalankan usaha mereka. Hasil survei menunjukkan adanya tekanan psikologis pada pelaku usaha akibat perang tarif global dan banjir produk impor di pasar domestik. Perlambatan PMI Manufaktur Indonesia sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) April 2025 yang tercatat di tingkat 51,90. Meskipun masih dalam fase ekspansi, IKI melambat dibandingkan Maret 2025, dan mengalami koreksi sebesar 0,40 poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pelaku industri manufaktur di Indonesia menunggu kepastian dari negosiasi pemerintah dengan Amerika Serikat terkait perang tarif. Kepastian hukum melalui kebijakan pemerintah akan memberikan kepercayaan diri kepada pelaku industri untuk menjalankan usaha tanpa harus berada dalam kondisi wait and see. Kekhawatiran pelaku industri tidak hanya disebabkan oleh tarif resiprokal, tetapi juga oleh potensi serbuan produk dari negara-negara yang terdampak tarif AS, yang dapat menjadikan Indonesia sebagai pasar alternatif.

Berbagai keluhan telah disampaikan oleh pelaku industri dan asosiasi termasuk GAPMMI kepada Kementerian Perindustrian terkait kondisi ketidakpastian ini. Kementerian Perindustrian menekankan pentingnya melindungi pasar domestik, karena sekitar 80% produk industri nasional diserap oleh pasar domestik (melalui belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga). Perlindungan ini dianggap sebagai wujud nyata sikap nasionalisme dan dukungan terhadap industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya untuk menciptakan suasana optimis bagi pelaku usaha, namun perlu dukungan dari kementerian/lembaga lain yang berwenang untuk menerbitkan kebijakan yang pro-investasi dan pro-industri. Pemerintah diharapkan mencegah pasar domestik yang sedang melemah diisi oleh barang-barang impor. Penurunan PMI Manufaktur Indonesia lebih dalam dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Berdasarkan data Triwulan I 2025, industri pangan memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Industri ini tidak hanya berkontribusi pada ketahanan pangan, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pertumbuhan industri pangan pada Triwulan I 2025 tercatat sebesar 6,04%, melampaui pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang sebesar 4,87% dan pertumbuhan sektor industri non-migas yang sebesar 4,31%. Kontribusi industri pangan terhadap PDB total juga terus meningkat, mencapai 7,20% pada Triwulan I 2025, dibandingkan dengan 6,14% pada tahun 2017. Sementara itu, kontribusi industri pangan terhadap PDB industri non-migas mencapai 41,15% pada Triwulan I 2025. Data ini menunjukkan bahwa industri pangan memiliki resiliensi yang baik dalam menghadapi tantangan ekonomi dan terus menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga, yang memiliki andil 54,53% terhadap PDB pada Triwulan I 2025, juga tumbuh positif sebesar 4,89%, menunjukkan permintaan yang stabil terhadap produk pangan. Meski demikian, Pemerintah perlu melakukan langkah konkret terkait kebijakan yang “Pro Industri” saat ini. Apalagi Pemerintahan Prabowo sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Sebuah target yang ambisius, namun perlu dijabarkan secara tepat agar terjadi kolaborasi yang sinergis antara kementerian/lembaga serta pelaku industri sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.